Faded Kindness

Kala Hidup Tak Seramah Dulu

Ada kalanya hidup terasa berat, meski semuanya tampak baik-baik saja.

Bangun pagi tak lagi membangkitkan semangat, hanya sekadar rutinitas.

Tubuh bergerak, tapi hati seperti tertinggal di belakang.

Hari-hari berjalan datar. Kita tersenyum di luar, namun dalam hati banyak hal yang belum selesai.

Pagi datang terlalu cepat, malam berlalu tanpa benar-benar memberi ruang untuk beristirahat.

Kita menjawab, “nggak apa-apa,” padahal dalam hati… ingin sekali jujur kalau semuanya terasa berat.

Lelah Itu Bukan Tanda Gagal

Kelelahan bukan berarti lemah.

Jenuh, kosong, dan perasaan ingin diam sejenak — itu semua adalah bagian dari proses hidup.

Tanda bahwa tubuh dan hati sedang butuh jeda, bukan dipaksa terus kuat.

Dalam Islam, Allah memberi pengingat yang penuh kasih dalam QS. Al-Baqarah: 286

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." 

Artinya, rasa lelah pun sudah diperhitungkan dalam takaran-Nya.

Dan kita, manusia, memang tidak diciptakan untuk terus-menerus kuat.


Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu juga pernah menasihati:

"Istirahatkan jiwamu dari waktu ke waktu, karena jika terus dipaksakan, hati akan menjadi buta." (Nahjul Balaghah)

Lelah yang tidak ditangani bisa menumpulkan nurani, membuat kita lupa bahwa hidup juga perlu dinikmati — bukan hanya dijalani.

Berhenti Sejenak Bukan Berarti Menyerah

Kadang, cara terbaik mencintai hidup adalah dengan memperlambat langkah.

Mengatur ulang napas, menyusun kembali prioritas, dan jujur pada diri sendiri.

Tidak semua harus dikejar hari ini.

Tidak semua harus dituntaskan saat ini juga.

"Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu." (HR. Bukhari, no. 5199)

Jadi, istirahat itu bukan kemewahan — tapi kebutuhan.

Dan menjaga diri bukanlah egois, tapi bentuk syukur atas amanah kehidupan.

Psikolog Carl Rogers berkata:

"The curious paradox is that when I accept myself just as I am, then I can change." — Carl Rogers, On Becoming a Person (1961)

Menerima kondisi diri adalah awal dari transformasi.

Dengan menerima bahwa kita sedang lelah, kita memberi ruang bagi diri sendiri untuk sembuh.


Kamu Tidak Sendirian

Kalau hari-harimu terasa berat, dan malam-malammu terasa sunyi,

Jika kamu merasa jenuh tapi tak tahu harus bicara ke siapa,

Ketahuilah: kamu tidak sendirian.

Ada banyak jiwa yang sedang berjuang di dalam diam.

Terlihat kuat, tapi sedang rapuh.

Terlihat sibuk, tapi hatinya kosong.

Terlihat tersenyum, tapi hanya karena tak ingin ditanya.

Dan itu tidak apa-apa.

Tidak semua harus dijelaskan. Tidak semua luka harus diperlihatkan.

Cukup tahu bahwa kamu masih di sini.

Masih bertahan. Masih bernafas. Itu sudah luar biasa.

Semoga Esok Lebih Ramah.

Semoga nanti, ketika lelah ini reda,

Ada ruang baru dalam hati untuk bersyukur.

Ada cahaya kecil yang memberi harapan.

Dan ada ketenangan yang perlahan datang, meski tidak segera.

Seperti kata Jalaluddin Rumi:

"Try not to resist the changes that come your way. Instead, let life live through you." — Jalaluddin Rumi

Biarkan hidup mengalir.

Tak perlu terlalu keras melawan arah.

Pelan-pelan, semuanya akan menemukan bentuknya.

 

Tulisan ini sebagai pengingat diri, oleh Romy Muhammad.

Untuk siapa pun yang sedang merasa lelah, semoga bisa menemukan tenang — meski dalam pelan.



📚 Sumber Referensi:

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 286 – Tafsir Ibnu Katsir.

Hadis riwayat Bukhari, no. 5199 – Kitab Shahih Bukhari, Bab Hak Tubuh.

Nahjul Balaghah – Kumpulan nasihat dan khutbah Imam Ali bin Abi Thalib.

Carl Rogers – On Becoming a Person: A Therapist's View of Psychotherapy (1961).

Jalaluddin Rumi – The Essential Rumi, translated by Coleman Barks.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bangkit Meski Lelah, Impian Masih Menunggu

Bungsu dan Sarjananya

Menjadi Staf Program Development di Lingkungan Agamis: Cerita Awal Perjalanan Karier Saya